Surat terbaru Pakistan kepada India yang meminta agar penangguhan perjanjian Indus Waters Treaty ditinjau ulang, mencerminkan kesulitan Pakistan menghadapi konsekuensi dari tindakannya sendiri.
Dalam surat itu menyebut keputusan India menangguhkan perjanjian itu sebagai “sepihak dan ilegal,” namun secara strategis mengabaikan dekade panjang aksi teror lintas batas yang mendorong respons tersebut.
Permintaan Pakistan atas hak air sambil terus memberi perlindungan dan dukungan kepada kelompok teroris, menunjukkan kontradiksi mendasar yang merusak otoritas moralnya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
India menangguhkan Indus Waters Treaty pada April 2025 setelah serangan teror di Pahalgam yang menewaskan 26 warga sipil. Pakistan tidak bisa berharap mendapatkan manfaat dari kerja sama internasional sambil tetap mensponsori kekerasan terhadap warga negara India.
Posisi India bahwa perjanjian tersebut akan tetap ditangguhkan sampai Pakistan secara “kredibel dan tidak dapat ditarik kembali” menghentikan dukungan terhadap teror lintas batas, adalah posisi yang dibenarkan dan perlu.
Terdapat ironi dalam respons Pakistan terhadap keputusan ini. Bilawal Bhutto Zardari, ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP), baru-baru ini memperingatkan bahwa pemblokiran pasokan air ke Pakistan akan dianggap sebagai “ancaman eksistensial”, dan menyatakan Pakistan tidak memiliki pilihan selain perang.
Pernyataan ini menggambarkan logika terbalik yang selama beberapa dekade mewarnai pendekatan Pakistan terhadap India. Sebuah negara yang telah memicu tiga perang dan ribuan serangan teroris terhadap India kini mengancam perang ketika menghadapi konsekuensi dari tindakannya sendiri.
Para pemimpin Pakistan tampaknya tidak mampu memahami prinsip dasar bahwa hak datang bersamaan dengan tanggung jawab. Indus Waters Treaty, yang ditandatangani pada tahun 1960, disepakati “dalam semangat niat baik dan persahabatan”. Pakistan disebut telah melanggar semangat ini sejak awal.
Perjanjian Air Indus
Selama 65 tahun terakhir, Pakistan telah melancarkan tiga perang terhadap India, sambil tetap menuntut India mematuhi kewajiban berbagi air. Lebih dari 20.000 nyawa warga India hilang akibat terorisme yang disponsori Pakistan, termasuk serangan terhadap wisatawan di Pahalgam baru-baru ini.
Perjanjian tersebut sendiri mencerminkan posisi menguntungkan Pakistan. Meskipun hanya menguasai 47 persen wilayah DAS Indus, Pakistan memperoleh hak atas 80 persen airnya.
India, yang memiliki 39 persen wilayah DAS, hanya menerima 20 persen air. Pengaturan ini diterima India atas dasar itikad baik, dengan harapan Pakistan akan membalas dengan hubungan damai. Namun, Pakistan justru memanfaatkan posisi strategisnya untuk melancarkan serangan berulang, sambil berharap India terus memberikan pasokan air.
Sikap menghambat Pakistan terhadap perjanjian ini telah konsisten. Pakistan menolak hampir setiap proyek India di Jammu dan Kashmir, memaksa India menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa.
Efisiensi Bendungan Salal menurun akibat keberatan Pakistan, dan Proyek Navigasi Tulbul terpaksa dihentikan. Bahkan ketika pakar netral dan pengadilan arbitrase menyetujui proyek-proyek India seperti Baglihar dan Kishanganga, Pakistan tetap mengajukan keberatan.
Situasi keamanan yang diciptakan oleh terorisme Pakistan telah menunda berbagai proyek India. India baru mengembangkan sekitar seperenam dari total kapasitas hidroelektrik 30.000 MW dari sungai-sungai tersebut karena tantangan ini.
Dalam tindakan yang sangat sinis, teroris menyerang Proyek Navigasi Tulbul pada 2012, menunjukkan bagaimana Pakistan menggunakan kekerasan untuk menghambat pembangunan infrastruktur.
Lanjut ke sebelah…
Krisis air Pakistan
Krisis air Pakistan saat ini lebih disebabkan oleh kegagalannya sendiri ketimbang tindakan India. Laporan terbaru menunjukkan aliran air ke provinsi Sindh Pakistan turun 17 persen, memengaruhi musim tanam. Namun penurunan ini mencerminkan keterbatasan India dalam memanipulasi aliran sungai, bukan upaya yang disengaja untuk menyebabkan kerugian.
Sungai-sungai Indus membawa volume air yang sangat besar, terutama selama musim hujan, dan infrastruktur India saat ini tidak mampu mengubah aliran ini secara signifikan tanpa membanjiri wilayahnya sendiri.
Masalah mendasar tetaplah penolakan Pakistan untuk memilih antara terorisme dan kerja sama. Para pemimpin Pakistan seperti Bilawal Bhutto Zardari berbicara tentang dialog komprehensif, namun negaranya terus memberikan perlindungan bagi kelompok teroris. Mereka menuntut hak air sambil menolak mengakui bahwa dukungan mereka terhadap terorisme telah menciptakan situasi ini.
Posisi India bahwa “darah dan air tidak dapat mengalir bersama” mencerminkan respons dewasa terhadap puluhan tahun tindakan ganda Pakistan.
Upaya sebelumnya untuk menghubungkan kemajuan dalam isu terorisme dengan isu bilateral lainnya gagal karena janji Pakistan yang tidak tulus dan kemudian dilanggar. Penangguhan Indus Waters Treaty akhirnya menciptakan konsekuensi nyata atas perilaku Pakistan.
Ketentuan dalam perjanjian tersebut menunjukkan bagaimana hukum internasional dapat dimanfaatkan oleh pihak yang beritikad buruk. Pakistan memperoleh hak inspeksi untuk memastikan kepatuhan India, namun tidak memberikan jaminan timbal balik soal penghentian terorisme.
Perjanjian ini tidak memiliki klausul keluar atau masa berlaku, sehingga sulit untuk dimodifikasi meski kondisi berubah secara mendasar.
Dukungan terhadap terorisme?
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian mengakui bahwa perubahan fundamental dalam keadaan dapat membenarkan pengakhiran perjanjian, dan dukungan berkelanjutan Pakistan terhadap terorisme jelas memenuhi kriteria tersebut. Kondisi sulit yang dihadapi Pakistan saat ini menunjukkan harga dari memilih terorisme ketimbang kerja sama.
Negara itu menghadapi tekanan air, kekurangan energi, dan tantangan pertanian sebagian karena kebijakan sendiri yang telah merusak stabilitas regional. Alih-alih mengakui kenyataan ini, para pemimpin Pakistan terus melontarkan ancaman dan tuntutan.
Komunitas internasional seharusnya menyadari bahwa penangguhan Indus Waters Treaty oleh India adalah respons sah terhadap agresi Pakistan. Tidak ada negara yang seharusnya dipaksa memberikan keuntungan kepada tetangga yang secara aktif mendukung kekerasan terhadap warganya sendiri.
Klaim Pakistan soal hak air menjadi hampa ketika disandingkan dengan catatan panjang terorisme dan peperangannya.
Pakistan memiliki pilihan untuk mengakhiri dukungan terhadap terorisme dan kembali ke jalur kerja sama, atau menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Sampai Pakistan mengambil keputusan fundamental ini, posisi India untuk tetap menangguhkan perjanjian tersebut adalah sah dan perlu.