Kasus Corona di Gunung Everest, Pasien Dievakuasi Helikopter

Jakarta, CNN Indonesia —

Nepal geger setelah seorang pendaki Norwegia yang sedang menuju puncak Gunung Everest dinyatakan positif mengidap penyakit akibat virus corona atau Covid-19 setelah hasil tesnya keluar pada Kamis (22/4).

“Saya didiagnosis Covid-19. Saya baik-baik saja sekarang. Rumah sakit merawat saya,” kata pendaki bernama Erlend Ness itu kepada AFP melalui pesan Facebook.

Ness dievakuasi menuju rumah sakit di Ibu Kota Nepal, Kathmandu, setelah beberapa saat berada di arena perkemahan menuju puncak Gunung Everest


Reporter NRK Norwegia melaporkan bahwa seorang dari suku Sherpa yang ikut dalam rombongan juga dinyatakan positif Covid-19.

“Saya sangat berharap tidak ada yang terinfeksi corona di ketinggian pegunungan. Tidak mungkin mengevakuasi orang dengan helikopter ketika mereka berada di atas 8.000 meter,” kata Ness kepada NRK.

Pernapasan yang sulit di daerah ketinggian membuat para pendaki memiliki risiko besar bila terpapar virus corona.

Satu rumah sakit di Kathmandu mengonfirmasi telah menerima pasien dari Everest yang tertular Covid-19, tapi mereka tak membeberkan jumlahnya.

“Saya tidak bisa membagikan rinciannya, tetapi beberapa yang dievakuasi dari Everest dinyatakan positif,” kata Prativa Pandey, direktur medis di Rumah Sakit CIWEC Kathmandu, kepada AFP.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pariwisata Nepal, Mira Acharya, mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya belum menerima laporan mengenai Covid-19 di antara para pendaki.

“Seseorang dievakuasi pada 15 April, tetapi kami diberi tahu bahwa dia menderita pneumonia dan sedang dirawat di isolasi. Itu semua informasi yang kami terima,” katanya.

Laporan kasus Covid-19 ini menjadi pukulan bagi sektor pariwisata Nepal, terutama di tengah musim pendakian seperti sekarang. Tahun ini, Nepal tercatat sudah mengeluarkan 377 izin untuk mendaki gunung.

[Gambas:Video CNN]

Dalam beberapa musim terakhir, terjadi lonjakan jumlah pendaki sehingga menyebabkan kepadatan berlebih yang berimbas pada banyak kematian.

Tahun 2019, sebelas orang tewas saat mendaki puncak tertinggi dunia itu, dengan empat kematian diduga karena kepadatan pendaki.

Untuk meredakan keramaian, Kementerian Pariwisata Nepal mengumumkan aturan yang membatasi jumlah pendaki gunung per musim daki.

Penyelenggara ekspedisi juga diperintahkan untuk mengirimkan tim ke puncak guna melakukan pengetatan sesuai dengan izin atau membatasi jumlah pendaki yang naik pada waktu tertentu.

(isa/has)


Scroll to Top